Bumi yang luas dan langit yang indah merupakan anugerah tiada tara, sebuah tempat yang Allah ciptakan dengan penuh kasih dan kebijaksanaan. Alam semesta ini, dengan segala keindahan dan keajaibannya, adalah bukti nyata dari kebesaran-Nya. Langit yang terbentang luas, laut yang menghampar tak terhingga, serta gunung-gunung yang kokoh, semuanya menyatu dalam harmoni yang sempurna, menciptakan kehidupan yang penuh makna. Berangkat dari sebuah ayat suci dibawah ini, bahwa:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar Rum: 41)
Menurut penafsiran Imam Ibnu Katsir, perbuatan yang merusak bumi akan membahayakan semua hamba Allah SWT. Hal inilah yang membuat Allah SWT melarang perbuatan tersebut. Karena Allah menempatkan manusia di atas bumi ini dengan tujuan mulia, untuk menjaga, merawat, dan memanfaatkan alam sebaik-baiknya. Setiap hembusan angin yang menyejukkan, tiap tetes hujan yang menyirami tanah, dan setiap pohon yang berbuah, semuanya adalah berkah yang diberikan untuk kelangsungan hidup kita.
Bumi dan segala isinya tanah yang subur, air yang jernih, udara yang segar, dan kehidupan yang beraneka ragam semua adalah hadiah dari Sang Pencipta. Ia menciptakan segala sesuatu dengan seimbang dan penuh perhatian, memberikan manusia segala yang dibutuhkan untuk hidup, berkembang, dan beribadah kepada-Nya. Setiap sudut bumi ini mengandung pelajaran yang dalam. Kita hanya perlu membuka mata dan hati, untuk merasakan betapa besar nikmat yang telah Allah berikan. Dan sebagai makhluk yang diberi amanah, sudah seharusnya kita menjaga bumi ini dengan segenap jiwa, menghargai dan melindunginya, agar generasi yang akan datang juga dapat menikmati keindahan dan keberkahan yang sama.
Alam ini adalah bagian dari perjalanan hidup kita, sebuah rahmat yang harus kita syukuri dengan cara yang paling indah—menjaga kelestariannya, mencintainya, dan menggunakannya sesuai dengan tujuan-Nya. Karena di dalam setiap ciptaan-Nya, ada tanda-tanda kebesaran Allah yang perlu kita renungkan, sebagai bagian dari syukur kita atas segala karunia-Nya. Bumi ini sudah diciptakan Allah dengan segala kelengkapannya, seperti gunung, lembah, sungai, lautan, daratan, hutan dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk keperluan manusia, agar dapat diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan manusia.
Namun nampaknya manusia dimuka bumi ini melupakan kebaikan Allah kepadanya. Karena kenyataan dilapangan banyak manuisa-m,anusia yang ingkar dan tragisnya mereka merusak karunia Allah ini dengan berbagai cara yang dia inginkan. Seperti beberapa waktu yang lalu terjadinnya Perkara gugatan Kementerian LHK RI terhadap PT Kosindo Supratama, dengan nomor: 5/Pdt.G/LH/2024/PN Plg, di mana dalam gugatan tersebut meminta ganti rugi atas kebakaran lahan dengan nilai Rp 1,1 triliun, telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang. Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh Agus Pancara SH MH, mengabulkan sebagian gugatan dengan nilai total ganti rugi dan pemulihan sebesar Rp 601 miliar. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ditemukan bahwa telah terjadi kebakaran lahan gambut di lokasi yang dikuasai atau diusahakan oleh tergugat PT Kosindo Supratama, dengan luas lahan yang terbakar mencapai lebih dari 3 hektare. Kebakaran lahan tersebut disebabkan oleh tidak tersedianya sarana dan prasarana pencegahan dini kebakaran lahan di lokasi, serta minimnya upaya pengendalian kebakaran yang dilakukan oleh tergugat.
Kasus antara PT Kosindo Supratama dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia yang terjadi pada 12 Desember 2024 ini, menyentuh isu penting terkait perlindungan lingkungan, keberlanjutan bisnis, serta ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum dan regulasi lingkungan. Dalam hal ini Kasus ini melibatkan sengketa antara pihak pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan PT Kosindo Supratama, sebuah perusahaan yang diduga melanggar ketentuan-ketentuan hukum terkait perlindungan lingkungan hidup. Perusahaan ini mungkin terlibat dalam kegiatan yang merusak lingkungan, seperti pengelolaan limbah yang tidak sesuai standar, pencemaran udara atau air, atau aktivitas lain yang merugikan ekosistem.
Pemerintah, dalam hal ini Menteri KLHK, memandang bahwa tindakan PT Kosindo Supratama melanggar peraturan perundang-undangan yang ada dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup yang menjadi hak dasar masyarakat. Oleh karena itu, langkah hukum ini diambil sebagai upaya untuk menegakkan hukum dan melindungi lingkungan.
Kasus di atas menurut analisis penulis bertentangan dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Dan beberapa pasal yang lainnya antara lain: Pasal 26 UUPPLH - Pencemaran Lingkungan. Pasal ini menyebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyebabkan pencemaran lingkungan dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana. Jika PT Kosindo Supratama terlibat dalam kegiatan yang menyebabkan pencemaran, maka bisa dijerat dengan pasal ini. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 87 UUPPLH - Pelanggaran terhadap Pengelolaan Lingkungan. Pasal ini menjelaskan mengenai kewajiban setiap badan hukum untuk mematuhi izin lingkungan dan mengelola lingkungan sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan hidup. Jika PT Kosindo melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin atau mengabaikan pengelolaan lingkungan yang baik, maka pasal ini bisa digunakan untuk dasar gugatan.
Kemudian Pasal 98 UUPPLH - Pelanggaran terhadap kewajiban dalam Perizinan Lingkungan. Pasal ini mengatur mengenai sanksi administratif terhadap badan usaha yang tidak mematuhi peraturan atau kewajiban yang tertera dalam izin lingkungan hidup, seperti kewajiban melakukan upaya pengelolaan atau pemantauan lingkungan yang disyaratkan dalam izin tersebut. Dan terakhir bertentangan pula dengan Pasal 109 UUPPLH – tentang Penyalahgunaan Izin Lingkungan. Pasal ini menyatakan bahwa setiap penyalahgunaan atau pelanggaran terkait izin lingkungan dapat menyebabkan pencabutan izin dan denda. Jika PT Kosindo Supratama terbukti menyalahgunakan izin yang diterbitkan oleh pemerintah, maka mereka bisa dikenakan sanksi sesuai dengan pasal ini.
Adapun Beberapa faktor yang bisa menyebabkan sengketa ini terjadi antara lain:
- Pelaksanaan Standar Lingkungan yang Tidak Memadai: PT Kosindo Supratama mungkin gagal menerapkan standar lingkungan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, baik dalam hal pengelolaan limbah, penggunaan bahan berbahaya, atau pemanfaatan sumber daya alam.
 - Kegagalan dalam Mentaati Izin Lingkungan: Perusahaan dapat saja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan izin lingkungan yang diberikan atau bahkan tanpa izin yang sah.
 - Kurangnya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan: Terkadang, perusahaan lebih fokus pada keuntungan finansial daripada dampak jangka panjang terhadap lingkungan. Jika PT Kosindo Supratama tidak menunjukkan komitmen pada keberlanjutan, ini akan menjadi alasan utama untuk aksi hukum.
 
Dalam kasus ini ada beberapa aspek Hukum yang Terlibat, diantaranya adalah:
- Sengketa Perdata Pemerintah vs Perusahaan: Sebagai bagian dari hukum perdata, sengketa ini berfokus pada ganti rugi atau kompensasi atas kerusakan lingkungan yang dihasilkan oleh PT Kosindo Supratama. Menteri KLHK mungkin menuntut PT Kosindo untuk melakukan pemulihan lingkungan atau membayar denda atas kerusakan yang ditimbulkan.
 - Hukum Lingkungan: Dalam hal ini, ada sejumlah peraturan yang menjadi dasar gugatan ini, seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memberikan kewajiban bagi setiap orang atau badan hukum untuk menjaga kelestarian lingkungan.
 - Prinsip "Polluter Pays" (Pencemar Membayar): Jika terbukti perusahaan bertanggung jawab atas pencemaran atau kerusakan lingkungan, mereka akan dikenakan kewajiban untuk membayar ganti rugi sesuai dengan prinsip ini. Prinsip ini adalah bagian dari sistem hukum lingkungan yang mengharuskan perusahaan untuk membayar biaya atas kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas mereka.
 
Dari masalah ini tentunya sangat berdampak pada aspek Sosial dan Ekonomi, diantanya yaitu:
- Dampak Lingkungan: Kasus ini membawa dampak langsung terhadap masyarakat sekitar yang mungkin terkena dampak dari kerusakan lingkungan, seperti polusi air, tanah, atau udara. Kerusakan ekosistem juga dapat memengaruhi sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup masyarakat lokal.
 - Dampak terhadap Kepercayaan Publik: Proses hukum ini akan memengaruhi bagaimana publik melihat komitmen pemerintah dalam menegakkan peraturan lingkungan. Jika pemerintah berhasil dalam gugatannya, hal ini dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap keberpihakan negara dalam menjaga kelestarian alam.
 - Dampak Ekonomi terhadap Perusahaan: Jika perusahaan diharuskan membayar ganti rugi atau melakukan pemulihan lingkungan, ini dapat membebani perusahaan dari segi finansial dan merusak citra perusahaan di mata publik serta investor. Reputasi yang tercemar bisa mengurangi kepercayaan pasar terhadap kinerja perusahaan, bahkan dapat mempengaruhi keberlanjutan operasionalnya.
 
Implikasi dari kasus ini pertama Penegakan Regulasi Lingkungan: Kasus ini dapat memperkuat penegakan hukum di sektor industri terhadap pelanggaran lingkungan. Pemerintah mungkin lebih tegas dalam memberikan sanksi atau memantau kegiatan industri yang berpotensi merusak lingkungan. Kedua Keberlanjutan Industri: Perusahaan lain akan melihat bagaimana kasus ini dijalankan dan bisa mempengaruhi mereka untuk lebih serius dalam mematuhi standar lingkungan agar tidak menghadapi konsekuensi serupa. Kesadaran akan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar akan berkembang di sektor swasta. Ketiga implikasinya adanya peningkatan Kesadaran Publik: Kasus ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan hak mereka untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat. Ini bisa menjadi bagian dari gerakan sosial yang lebih luas dalam memperjuangkan keadilan lingkungan.
Berdasarkan analisis di atas menurut hemat penulis kasus ini menggambarkan ketegasan pemerintah dalam menanggapi pelanggaran yang merusak lingkungan. Ini menjadi contoh penting dalam penegakan hukum di sektor lingkungan hidup, serta menunjukkan bagaimana hukum perdata dapat digunakan untuk melindungi kepentingan publik dan memastikan keberlanjutan alam. Di sisi lain, perusahaan harus lebih berhati-hati dalam menjalankan operasionalnya, mengingat dampak hukum yang bisa ditimbulkan akibat kelalaian dalam menjaga standar lingkungan. Pemerintah, di sisi lain, perlu memastikan bahwa regulasi dan penegakan hukum dilaksanakan dengan adil dan transparan agar tercapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan ekosistem.